Modul 3.1.a.9 Koneksi Antar Materi: Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran
Assalamualaikum wr.wb. Perkenalkan nama saya Binton Mustofa, Calon Guru Penggerak Angkatan 5 dari SD Negeri 5 Wangon Kabupaten Banyumas. Saya ucapkan terima kasih kepada Fasilitator saya yang selalu membimbing, mengarahkan dan memberikan support kepada saya yaitu Bp. Dedi Kasiono dan juga kepada Pengajar Praktik saya Bp. Sugito.
Dalam tulisan ini perkenankan saya membahas tentang Koneksi Antar Materi Modul 3.1. terkait Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin. Dalam Tugas ini terdapat 10 pertanyaan yang akan saya coba membahasnya satu persatu.
1. Bagaimana pandangan Ki Hajar Dewantara dengan filosofi
Pratap Triloka memiliki pengaruh terhadap bagaimana sebuah pengambilan
keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran diambil?
Filosofi Pratap Triloka khususnya ing ngarso sung tuladha
memberikan pengaruh yang besar dalam mengambil keputusan sebagai pemimpin
pembelajaran. KHD berpandangan bahwa sebagai seorang guru, itu harus memberikan
tauladan atau contoh praktik baik kepada murid. Dalam setiap pengambilan
keputusan, seorang guru harus memberikan karsa atau usaha keras sebagai wujud
filosofi Pratap Triloka ing madyo mangun karsa dan pada akhirnya guru membantu
murid untuk dapat menyelesaikan atau mengambil keputusan terhadap
permasalahannya secara mandiri. Guru hanya sebagai pamong yang mengarahkan
murid menuju kebahagiaan. Hal ini sesuai dengan filosofi Pratap Triloka Tut
Wuri Handayani.
2. Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita,
berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu
keputusan?
Setiap guru seyogyanya memiliki nilai-nilai positif yang sudah
tertanam dalam dirinya. Nilai-nilai positif yang mampu mempengaruhi dirinya
untuk menciptakan pembelajaran yang berpihak pada murid.
Nilai-nilai yang akan membimbing dan mendorong pendidik untuk
mengambil keputusan yang tepat dan benar. Nilai-nilai positif tersebut seperti
mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, serta berpihak pada murid.
Nilai-nilai tersebut merupakan prinsip yang dipegang teguh ketika kita berada
dalam posisi yang menuntut kita untuk mengambil keputusan dari dua pilihan yang
secara logika dan rasa keduanya benar, berada situasi dilema etika (benar vs
benar) atau berada dalam dua pilihan antara benar melawan salah (bujukan moral)
yang menuntut kita berpikir secara seksama untuk mengambil keputusan yang
benar.
Keputusan tepat yang diambil tersebut merupakan buah dari
nilai-nilai positif yang dipegang teguh dan dijalankan oleh kita. Nilai-nilai
positif akan mengarahkan kita mengambil keputusan dengan resiko yang
sekecil-kecilnya. Keputusan yang mampu memunculkan kepentingan dan keberpihakan
pada peserta didik.
Nilai-nilai positif mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif
serta berpihak pada murid adalah manifestasi dari pengimplementasian kompetensi
social emosional kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran social dan
keterampilan berinteraksi social dalam mengambil keputusan secara berkesadaran
penuh untuk meminimalisir kesalahan dan konsekuensi yang akan terjadi.
3. Bagaimana kegiatan terbimbing yang kita lakukan pada materi
pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan 'coaching' (bimbingan) yang
diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran
kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil.
Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada
pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut.
Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi 'coaching' yang telah dibahas pada
modul 2 sebelumnya.
Coaching adalah ketrampilan yang sangat penting dalam menggali
suatu masalah yang sebenarnya terjadi baik masalah dalam diri kita maupun
masalah yang dimiliki orang lain. Dengan langkah coaching TIRTA, kita dapat
mengidentifikasi masalah apa yang sebenarnya terjadi dan membuat pemecahan
masalah secara sistematis. Konsep coaching TIRTA sangat ideal apaila
dikombinasikan dengan sembilan langkah konsep pengambilan dan pengujian
keputusan sebagai evaluasi terhadap keputusan yang kita ambil.
Pembimbingan yang telah dilakukan oleh pendamping praktik dan
fasilitator telah membantu saya berlatih mengevaluasi keputusan yang telah saya
ambil. Apakah keputusan tersebut sudah berpihak kepada murid, sudah sejalan
dengan nilai-nilai kebajikan universal dan apakah keputusan yang saya ambil
tersebut akan dapat saya pertanggung jawabkan.
TIRTA merupakan model coaching yang dikembangkan dengan semangat
merdeka belajar. Model TIRTA menuntut guru untuk memiliki keterampilan
coaching. Hal ini penting mengingat tujuan coaching, yaitu untuk melejitkan
potensi murid agar menjadi lebih merdeka. TIRTA adalah satu
model coaching yang diperkenalkan dalam Program Pendidikan Guru Penggerak saat
ini. TIRTA dikembangkan dari Model GROW. GROW adalah akronim
dari Goal, Reality, Options dan Will.
Goal (Tujuan): coach perlu mengetahui apa tujuan yang hendak
dicapai coachee dari sesi coaching ini,
Reality (Hal-hal yang nyata): proses menggali semua hal yang
terjadi pada diri coachee,
Options (Pilihan): coach membantu coachee dalam memilah dan
memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan sebuah
rancangan aksi.
Will (Keinginan untuk maju): komitmen coachee dalam membuat
sebuah rencana aksi dan menjalankannya.TIRTA akronim dari :
T : Tujuan
I : Identifikasi
R : Rencana aksi
TA: Tanggung jawab
4. Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek
sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan?
Sebagai
seorang pendidik, kita harus mampu menjembatani perbedaan minat dan gaya
belajar murid di kelas sehingga dalam proses pembelajaran murid mendapatkan
pembelajaran yang menyenangkan dan sesuai profil belajar mereka masing-masing.
Untuk itu diperlukan pengambilan keputusan yang tepat agar seluruh kepentingan
murid dapat terakomodir dengan baik. Kompetensi sosial dan emosional diperlukan
agar guru dapat fokus memberikan pembelajaran dan dapat mengambil keputusan
dengan tepat dan bijak sehingga dapat mewujudkan merdeka belajar di kelas
maupun di sekolah.
5.
Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika
kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik.
Keberpihakan
dan mengutamakan kepentingan murid dapat tercipta dari tangan pendidik yang
mampu membuat solusi tepat dari setiap permasalahan yang terjadi. Pendidik yang
mampu melihat permasalahan dari berbagai kaca mata dan pendidik yang dengan
tepat mampu membedakan apakah permasalahan yang dihadapi termasuk dilema etika
ataukah bujukan moral.
Seorang
pendidik ketika dihadapkan dengan kasus-kasus yang fokus terhadap masalah moral
dan etika, baik secara sadar atau pun tidak akan terpengaruh oleh nilai-nilai
yang dianutnya. Nilai-nilai yang dianutnya akan mempengaruhi dirinya dalam
mengambil sebuah keputusan. Jika nilai-nilai yang dianutnya nilai-nilai positif
maka keputusan yang diambil akan tepat, benar dan dapat dipertanggung jawabkan
dan begitupun sebaliknya jika nilai-nilai yang dianutnya tidak sesuai dengan
kaidah moral, agama dan norma maka keputusan yang diambilnya lebih cenderung
hanya benar secara pribadi dan tidak sesuai harapan kebanyakan pihak.Kita tahu
bahwa Nilai-nilai yang dianut oleh Guru Penggerak adalah reflektif, mandiri,
inovatif, kolaboratif dan berpihak pada anak didik. Nilai-nilai tersebut akan
mendorong guru untuk menentukan keputusan masalah moral atau etika yang tepat
sasaran, benar dan meminimalisir kemungkinan kesalahan pengambilan keputusan
yang dapat merugikan semua pihak khususnya peserta didik.
6.
Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya
lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.
Pengambilan
keputusan yang tepat tekait kasus-kasus pada masalah moral atau etika hanya
dapat dicapai jika dilakukan melalui 9 langkah pengambilan dan pengujian
keputusan. Dapat dipastikan bahwa jika pengambilan keputusan dilakukan secara
akurat melalui proses analisis kasus yang cermat dan sesuai dengan 9 langkah
tersebut, maka keputusan tersebut diyakini akan mampu mengakomodasi semua
kepentingan dari pihak-pihak yang terlibat , maka hal tersebut akan berdampak
pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.
7.
Selanjutnya, apakah kesulitan-kesulitan di lingkungan Anda yang sulit
dilaksanakan untuk menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus
dilema etika ini? Apakah ini kembali ke masalah perubahan paradigma di
lingkungan Anda?
Jawaban
saya yaitu iya, kesulitan muncul karena masalah perubahan paradigma dan budaya
sekolah yang sudah dilakukan selama bertahun-tahun. Diantaranya adalah sistem
yang kadang jika memaksa guru untuk memilih pilihan yang salah atau kurang
tepat dan tidak berpihak kepada murid. Yang kedua tidak semua warga sekolah
berkomitmen tinggi untuk menjalankan keputusan Bersama. Yang ketiga keputusan
yang diambil kadang kala tanpa sepenuhnya melibatkan guru sehingga muncul
banyak kendala-kendala dalam proses pelaksanaan pengambilan keputusan.
8.
Dan pada akhirnya, apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini
dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita?
Menurut
pendapat saya, semua tergantung kepada keputusan seperti apa yang diambil,
apabila keputusan tersebut sudah berpihak kepada murid dalam hal ini tentang
metode yang digunakan oleh guru, media dan sistem penilaian yang dilakukan yang
sudah sesuai dengan kebutuhan murid, maka hal ini akan dapat memerdekakan murid
dalam belajar dan pada akhirnya murid dapat berkembang sesuai dengan potensi
dan kodratnya. Namun sebaliknya apabila keputusan tersebut tidak berpihak
kepada murid, dalam hal metode, media, penilaian dan lain sebagainya maka
kemerdekaan belajar murid hanya sebuah omong kosong belaka dan tentunya murid
tidak akan dapat berkembang sesuai potensi dan kondratnya.
9.
Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat
mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?
Ketika
guru sebagai pemimpin pembelajaran melakukan pengambilan keputusan yang
memerdekakan dan berpihak pada murid, maka dapat dipastikan murid-muridnya akan
belajar menjadi oang-orang yang merdeka, kreatif , inovatif dalam mengambil
keputusan yang menentukan bagi masa depan mereka sendiri. Di masa depan mereka
akan tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang matang, penuh pertimbangan dan cermat
dalam mengambil keputusan-keputusan penting bagi kehidupan dan pekerjaannya.
Keputusan
yang diambil oleh seorang guru akan menjadi ibarat pisau yang disatu sisi
apabila digunakan dengan baik akan membawa kesuksesan dalam kehidupan murid di
masa yang akan dating. Demikian sebaliknya apabila kebutuhan tersebut tidak
diambil dengan bijaksana maka bisa jadi berdampak sangat buruk bagi masa depan
murid-murid. Keputusan yang berpihak kepada murid haruslah melalui pertimbangan
yang sangat akurat dimana dilakukan terlebih dahulu pemetaan terhadap minat
belajar, profil belajar dan kesiapan belajar murid untuk kemudian dilakukan
pembelajaran berdiferensiasi yaitu melakukan diferensiasi konten, diferensiasi
proses dan diferensiasi produk.
10.
Apakah kesimpulan akhir yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi
ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?
Kesimplan
yang didapat dari pembelajaran modul ini yang dikaitkan dengan modul-modul
sebelumnya adalah :
Pengambilan
keputusan adalah suatu kompetensi atau skill yang harus dimiiki oleh guru dan
harus berlandaskan kepada filosofi Ki Hajar Dewantara yang dikaitkan sebagai
pemimpin pembelajaran.
Pengambilan
keputusan harus berdasarkan pada budaya positif dan menggunakan alur BAGJA yang
akan mengantarkan pada lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman (well
being).
Dalam
pengambilan keputusan seorang guru harus memiliki kesadaran penuh (mindfullness)
untuk menghantarkan muridnya menuju profil pelajar pancasila.
Dalam
perjalanannya menuju profil pelajar pancasila, ada banyak dilema etika dan
bujukan moral sehingga diperlukan panduan sembilan langkah pengambilan dan
pengujian keputusan untuk memutuskan dan memecahkan suatu masalah agar
keputusan tersebut berpihak kepada murid demi terwujudnya merdeka belajar.
Demikian
koneksi antar materi modul 3.1. Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin
Pembelajaran, semoga bermanfaat.
Modul 3.1.a.9.
Koneksi Antarmateri
Tujuan Pembelajaran Khusus: CGP membuat kesimpulan
(sintesis) dari keseluruhan materi yang didapat, dengan beraneka cara dan
media.
Pemahaman
Inti
- Sekolah adalah ‘institusi
moral’, yang dirancang untuk mengajarkan norma-norma sosial.
- Keputusan-keputusan yang diambil di
sekolah akan merefleksikan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh sekolah
tersebut, dan akan menjadi rujukan atau teladan bagi seluruh warga
sekolah.
- Pendidik adalah teladan bagi murid untuk
mewujudkan profil pelajar Pancasila.
- Dibutuhkan keberanian dan kepercayaan diri
untuk menghadapi konsekuensi dan implikasi dari keputusan yang kita ambil
karena tidak ada keputusan yang mengakomodasi seluruh kepentingan para
pemangku kepentingan.
Koneksi Antar
Materi
Berikut adalah Panduan Pertanyaan dan jawaban untuk
membuat Rangkuman Kesimpulan Pembelajaran (Koneksi Antarmateri):
1. Bagaimana pandangan Ki Hajar Dewantara
dengan filosofi Pratap Triloka memiliki pengaruh terhadap bagaimana sebuah
pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran diambil?
Filosofi Pratap Triloka KHD
yang dikenal dengan Ing Ngarso Sung Thulodo, Ing Madyo Mbangun Karso,
dan Tut Wuri Handayani, menjadi sangat relevan untuk dijadikan landasan
dalam mengambil sebuah keputusan yang bertanggung jawab dan berpihak pada
murid. Karena sejatinya seorang guru adalah penuntun yang tugasnya adalah
menuntun kodrat anak, baik kodrat alam maupun kodrat zamannya agar anak tidak
kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Makna kata “Penuntun”, dapat dipahami
sebagai “Pemimpin Pembelajaran”, yang berpusat pada murid.
Berlandaskan filosofi Pratap
Triloka KHD dalam pengambilan keputusan di kelas akan membawa kepada perubahan
positif pada BUDI PEKERTI. BUDI (cipta, rasa, karsa) dan PEKERTI (tenaga/raga)
harus seimbang dan holistik. Kesempurnaan budi pekerti akan membawa anak pada
kebijaksanaan. Semua disiplin ilmu dan pengambllan keputun harus menuju kepada
KEBIJAKSANAAN. Menurut KHD, semua yang kita lakukan di bidang pendidikan harus
berorientasi kepada murid. Atau bahasa lain yang digunakan KHD adalah "
Bebas dari segala ikatan, dengan suci hati mendekati sang anak, tidak untuk
meminta sesuatu hak, namun untuk berhamba pada sang anak".
"Pendidikan itu harus
memerdekakan"
Pengambilan keputusan yang dilakukan
guru dalam proses pembelajaran di kelas yang berpihak dan memerdekakan murid
akan menjadi contoh dan tauladan bagi murid-murid untuk mulai berani mengambil
keputusan-keputusan yang sesuai dengan pilihannya sendiri tanpa paksaan dan
campur tangan orang lain. Diharapkan bahwa murid akan lebih nyaman untuk
berkomunikasi dan menentukan pilihan keputusan bersama dengan guru , dan para
guru akan lebih memperhatikan kepentingan muridnya.
2. Bagaimana nilai-nilai
yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita
ambil dalam pengambilan suatu keputusan?
Nilai-Nilai Kebajikan
Nilai-nilai yang dimiliki
seorang guru adalah nilai kebajikan, di antaranya keadilan, tanggung
Jawab, kejujuran, bersyukur, lurus hati, berprinsip, integritas, kasih Sayang,
rajin, komitmen, percaya Diri, kesabaran, dan masih banyak lagi. Mengajarkan
nilai-nilai kebajikan merupakan hal kunci yang perlu diajarkan kepada
murid-murid kita.
Sebagai Calon Guru Penggerak,
tentunya ada beberapa nilai yang harus dipegang seperti nilai mandiri,
reflektif, kolaboratif, inovatif dan berpihak pada murid.
Ketika kita menghadapi situasi
dilema etika, akan ada nilai-nilai kebajikan mendasari yang bertentangan
seperti cinta dan kasih sayang, kebenaran, keadilan, kebebasan, persatuan,
toleransi, tanggung jawab dan penghargaan akan hidup.
Untuk dapat mengambil
keputusan diperlukan nilai-nilai atau prinsip dan pendekatan sehingga keputusan
tersebut merupakan keputusan yang paling tepat dengan resiko yang paling minim
bagi semua pihak, terutama bagi kepentingan /keberpihakan pada anak didik kita.
3. Bagaimana kegiatan
terbimbing yang kita lakukan pada materi pengambilan keputusan berkaitan dengan
kegiatan 'coaching' (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator
dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan
keputusan yang telah kita ambil. Apakah pengambilan keputusan tersebut telah
efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan
keputusan tersebut. Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi 'coaching' yang
telah dibahas pada modul 2 sebelumnya.
Dalam dunia pendidikan Coaching
merupakan proses untuk mengaktivasi kerja otak murid. Pertanyaan-pertanyaan
reflektif yang diberikan Coach dapat membuat murid melakukan metakognisi untuk
mengambil keputusan dengan memilih sendiri alternatif/solusi dari permasalahan
yang dihadapinya tanpa paksaan dan campur tangan orang lain. Proses
coaching dilakukan sebagai pendampingan bagi coachee dalam menemukan solusi dan
menggali potensi yang ada dalam diri, yang kemudian dituangkan dalam sebuah
tindakan sebagai bentuk tanggung jawab (TIRTA).
Menilik kembali filosofi Ki Hajar Dewantara
tentang peran utama guru (Pamong/Pedagog), maka memahami pendekatan Coaching
menjadi selaras dengan Sistem Among sebagai salah satu pendekatan yang memiliki
kekuatan untuk menuntun kekuatan kodrat anak (murid). Pendekatan coaching
sistem among dapat diterapkan dengan menggunakan metode TIRTA yang merupakan
kepanjangan dari T:
Tujuan, I:
Identifikasi, R:
Rencana aksi, dan TA:
Tanggung jawab. Dari segi bahasa, TIRTA berarti air. Air mengalir dari
hulu ke hilir. Jika kita ibaratkan murid kita adalah air, maka biarlah ia
merdeka, mengalir lepas hingga ke hilir potensinya. kita, sebagai guru memiliki
tugas untuk menjaga air itu tetap mengalir, tanpa sumbatan. Tugas guru
adalah menuntun atau membantu murid (coachee) menyadari bahwa mereka mampu menyingkirkan
sumbatan-sumbatan yang mungkin menghambat perkembangan potensi dalam dirinya.
Hal ini selaras dengan Tujuan coaching yaitu untuk melejitkan potensi murid agar
menjadi lebih merdeka.
Pendekatan coaching model
TIRTA menjadi selaras jika disandingkan dengan 9 langkah pengambilan dan
pengujian keputusan yang bertanggung jawab dan berpihak pada anak. Keterampilan
coaching akan membantu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk
memprediksi hasil, dan melihat berbagai opsi sehingga dapat mengambil keputusan
dengan baik.
Dalam proses coaching, seorang coach menuntun
agar coachee dapat menggali, memetakan situasinya sehingga menghasilkan
pemikiran atau ide-ide baru atas situasi yang sedang dihadapi. Proses coaching
menekankan pada proses inkuiri yaitu kekuatan pertanyaan atau proses bertanya
yg muncul dalam dialog saat coaching. Pertanyaan efektif mengaktifkan kemampuan
berpikir reflektif para murid dan keterampilan bertanya mereka dalam pencarian
makna dan jawaban atas situasi atau fenomena yang mereka hadapi dan jalani.
4. Bagaimana kemampuan guru dalam
mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap
pengambilan keputusan?
Diperlukan kompetensi kesadaran diri (self
awareness), pengelolaan diri (self management), kesadaran sosial (social
awareness) dan keterampilan berhubungan sosial (relationship skills) untuk
mengambil keputusan. Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab adalah
kemampuan seseorang untuk membuat pilihan-pilihan yang konstruktif terkait
dengan perilaku pribadi serta interaksi sosial mereka berdasarkan standar
etika, pertimbangan keamanan dan keselamatan, serta norma sosial (CASEL).
Diharapkan proses pengambilan keputusan dapat dilakukan secara sadar penuh (mindful),
sadar dengan berbagai pilihan dan konsekuensi yang ada. Banyak penelitian yang
menunjukkan bahwa di dalam kondisi berkesadaran penuh, terjadi perubahan
fisiologis seperti meluasnya area otak yang terutama berfungsi untuk belajar
dan mengingat, berkurangnya stres, dan munculnya perasaan tenang dan stabil
(Kabat-Zinn, 2013, hal. 37). Dengan latihan berkesadaran penuh, maka seseorang
dapat menumbuhkan perasaan yang lebih tenang dan pikiran yang lebih jernih,
yang akan berpengaruh pada keputusan yang lebih responsif dan reflektif.
5. Bagaimana
pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada
nilai-nilai yang dianut seorang pendidik
Sebagai seorang pendidik
seringkali kita dihadapkan pada suatu keadaan di
mana kita harus mengambil sebuah keputusan sulit. Namun, perlu kita
ketahui bahwa tidak semua keputusan sulit tersebut merupakan dilema etika. Ada
kalanya itu lebih berupa bujukan moral.
"Etika terkait dengan karsa karena manusia
memiliki kesadaran moral. Akal dan moral dua dimensi manusia yang saling
berkaitan. Etika terkait dengan karsa karena manusia memiliki kesadaran
moral." (Rukiyanti, L. Andriyani, Haryatmoko, Etika Pendidikan, hal.
43).
Dari kutipan di atas kita bisa menarik
kesimpulan bahwa karsa merupakan suatu unsur yang tidak terpisahkan dari
perilaku manusia. Karsa ini pun berhubungan dengan nilai-nilai atau
prinsip-prinsip yang dianut oleh seseorang, disadari atau pun tidak.
Nilai-nilai atau prinsip-prinsip inilah yang mendasari pemikiran seseorang
dalam mengambil suatu keputusan yang mengandung unsur dilema etika. Ketika Guru berhadapan dengan kasus-kasus yang fokus
pada masalah moral atau etika, maka nilai-nilai diri yang dianut dan yang
paling dihargai oleh seorang pendidik akan sangat mempengaruhi dalam proses
pengambilan keputusan. Nilai-nilai yang dianut oleh Guru Penggerak
seperti mandiri,
reflektif, kolaboratif, inovatif dan berpihak pada murid ,
tentunya akan sangat mempengaruhi paradigma dan prinsip pengambilan keputusan
seorang Guru Penggerak .
Selama ini pada saat mengambil keputusan,
landasan pemikiran kita memiliki kecenderungan pada prinsip :
(1) Melakukan, demi kebaikan orang banyak.; (2) Menjunjung tinggi
prinsip-prinsip/nilai-nilai dalam diri kita; (3) Melakukan apa yang Anda
harapkan orang lain akan lakukan kepada diri Anda.
Etika tentunya bersifat relatif dan bergantung
pada kondisi dan situasi, dan tidak ada aturan baku yang berlaku.
6. Bagaimana pengambilan keputusan
yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif,
kondusif, aman dan nyaman.
Setiap keputusan yang kita ambil akan ada
konsekuensi yang mengikutinya, dan oleh sebab itu setiap keputusan perlu
berdasarkan pada rasa tanggung jawab, nilai-nilai kebajikan universal dan
berpihak pada murid.
Sebagai upaya pengambilan keputusan yang
tepat, yang berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman
dan nyaman dapat dilakukan dengan bebrapa tahap berikut, yaitu :
- Mengidentifikasi jenis-jenis paradigma
dilema etika yang sesui dari suatu kasus
- Memilih dan memahami 3 (tiga) prinsip yang
dapat dilakukan untuk membuat keputusan dalam dilema pengambilan
keputusan.
- Menerapkan 9 langkah pengambilan dan
pengujian keputusan yang diambil dalam dilema etika
- bersikap reflektif, kritis, dan kreatif
dalam proses tersebut
7. Selanjutnya, apakah
kesulitan-kesulitan di lingkungan Anda yang sulit dilaksanakan untuk
menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Apakah
ini kembali ke masalah perubahan paradigma di lingkungan Anda?
- Mengambil keputusan sendiri untuk
masalah/kasus pribadi saya sebagai pendidik
- Ketika berhadapan pada suatu dilema etika
individu lawan masyarakat (dalam konteks di sekolah). Kecenderungan
pendapat individu (kelompok kecil) akan terpatahkan oleh masyarakat
(kelompok besar). Sebagai contoh, dalam pengambilan keputusan kenaikan
kelas bagi anak yang memiliki kompetesi pengetahuan rendah tetapi memiliki
nilai karakter yang baik.
- Trauma dari kegagalan mengambil keputusan
di masa lalu
- Kekhawatiran jika keputusan yang diambil
justru berdampak tidak baik (merugikan) bagi sebagian besar suatu pihak.
- Menyelidiki situasi atau
masalah secara detail atau mengumpulkan berbagai
macam informasi terkait dengan situasi tersebut. Contoh : Seringkali
informan memberi keterangan yang tidak konsisten.
8. Dan pada akhirnya, apakah
pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang
memerdekakan murid-murid kita?
"Beban dan amanah kepemimpinan adalah
mengimbangi semua prioritas yang terpenting. Tugas saya dalam pendidikan adalah
melakukan yang terbaik. Apa yang diinginkan kadang-kadang belum tentu itu yang
terbaik. Dan untuk membuat perubahan, apalagi perubahan transformasional, pasti
ada kritik. Sebelum mengambil keputusan, tanyakan, apakah yang kita lakukan
berdampak pada peningkatan pembelajaran murid?" (Nadiem Makarim, 2020)
Pada konteks merdeka belajar,
proses pembelajaran yang dilakukan adalah yang berpihak pada murid. Karena itu,
pengambilan keputusan yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran hendaknya
dapat “menuntun” dan memberikan ruang bagi murid dalam proses pengajaran untuk
merdeka mengemukakan pendapat dan mengekspresikan ilmu -ilmu baru yang
didapatnya. Dengan demikian murid-murid dapat belajar mengambil keputusan yang
sesuai dengan pilihannya sendiri tanpa paksaan dan campur tangan orang lain.
9. Bagaimana
seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi
kehidupan atau masa depan murid-muridnya?
Seorang pemimpin pembelajaran yang memiliki
penalaran yang baik, sepantasnya menghargai konsep-konsep dan prinsip-prinsip
etika yang pasti. Prinsip-prinsip etika sendiri berdasarkan pada
nilai-nilai kebajikan universal yang disepakati dan disetujui bersama, lepas
dari latar belakang sosial, bahasa, suku bangsa, maupun agama seseorang.
Nilai-nilai kebajikan universal meliputi hal-hal seperti Keadilan, Tanggung
Jawab, Kejujuran, Bersyukur, Lurus Hati, Berprinsip, Integritas, Kasih Sayang,
Rajin, Komitmen, Percaya Diri, Kesabaran, dan masih banyak lagi.
Keputusan-keputusan yang diambil oleh guru
sebagai pemimpin pembelajaran akan merefleksikan nilai-nilai yang dijunjung
tinggi, dan akan menjadi rujukan atau teladan bagi seluruh warga sekolah,
terutama bagi murid. Pendidik adalah teladan bagi murid untuk mewujudkan
profil pelajar Pancasila.
10. Apakah kesimpulan akhir yang
dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan
modul-modul sebelumnya?
Guru sebagai pendidik yang peran utamanya
adalah "menuntun" segala kodrat yang dimiliki oleh anak, baik kodrat
alam maupun kodrat zamannya, agar anak meraih kemerdekaannya dalam belajar.
Dalam proses menuntun, guru berperan sebagai pamong, yang mengedepankan azaz
pratap trikolaka ing ngarso sung thulodo, ing madyo mbangun karso, dan
tut wuri handayani dalam kepemimpinannya di pembelajaran. Pratap
Triloka KHD yang dikedepankan oleh guru dalam pengambilan keputusan di kelas
akan membawa kepada perubahan positif pada BUDI PEKERTI anak. Kesempurnaan budi
pekerti akan membawa anak pada kebijaksanaan. Semua disiplin ilmu dan
pengambilan keputun harus menuju kepada KEBIJAKSANAAN.
Dibutuhkan nilai-nilai
kebajikan agar setiap keputusan yang diambil oleh guru merupakan
keputusan yang paling tepat dengan resiko yang paling minim bagi semua pihak,
terutama bagi kepentingan /keberpihakan pada anak didik kita. Nilai-nilai
kebajikan tersebut dapat berupa : keadilan, tanggung Jawab, kejujuran,
bersyukur, lurus hati, berprinsip, integritas, kasih Sayang, rajin, komitmen,
percaya Diri, kesabaran, dan masih banyak lagi. Mengajarkan nilai-nilai
kebajikan merupakan hal kunci yang perlu diajarkan kepada murid-murid kita.
Selain itu terdapat nilai khusus bagi Calon guru Penggerak yang akan menjadi
role model bagi murid yaitu : mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif dan berpihak
pada murid , tentunya akan sangat mempengaruhi paradigma
dan prinsip pengambilan keputusan seorang Guru Penggerak .
Selain itu, diperlukan
kompetensi kesadaran diri (self awareness), pengelolaan diri (self management),
kesadaran sosial (social awareness) dan keterampilan berhubungan sosial
(relationship skills) untuk mengambil keputusan. Pengambilan keputusan yang
bertanggung jawab adalah kemampuan seseorang untuk membuat pilihan-pilihan yang
konstruktif terkait dengan perilaku pribadi serta interaksi sosial mereka
berdasarkan standar etika, pertimbangan keamanan dan keselamatan, serta norma
sosial (CASEL). Diharapkan proses pengambilan keputusan dapat dilakukan secara sadar penuh (mindful), sadar dengan
berbagai pilihan dan konsekuensi yang ada. Karena di dalam kondisi
berkesadaran penuh, terjadi perubahan fisiologis seperti meluasnya area otak
yang terutama berfungsi untuk belajar dan mengingat, berkurangnya stres, dan
munculnya perasaan tenang dan stabil. Dengan latihan berkesadaran penuh,
maka seseorang dapat menumbuhkan perasaan yang lebih tenang dan pikiran yang
lebih jernih, yang akan berpengaruh pada keputusan yang lebih responsif dan
reflektif.
Setiap keputusan yang kita ambil akan ada
konsekuensi yang mengikutinya, dan oleh sebab itu setiap keputusan perlu
berdasarkan pada rasa tanggung jawab, nilai-nilai kebajikan universal dan
berpihak pada murid.
Sebagai upaya pengambilan keputusan yang
tepat, yang berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman
dan nyaman dapat dilakukan dengan bebrapa tahap berikut, yaitu :
- Mengidentifikasi jenis-jenis paradigma
dilema etika yang sesui dari suatu kasus
- Memilih dan memahami 3 (tiga) prinsip yang
dapat dilakukan untuk membuat keputusan dalam dilema pengambilan keputusan.
- Menerapkan 9 langkah pengambilan dan
pengujian keputusan yang diambil dalam dilema etika
- bersikap reflektif, kritis, dan kreatif
dalam proses tersebut
Karena itu, dibutuhkan
keterampilan Kepemimpinan Pendukung Pemimpin Pembelajaran, diantaranya,
adalah sebagai berikut :
- Pengetahuan diri
- Manajemen Waktu dan Kehidupan
- Agen Perubahan
- Tujuan dan Usaha Bersama
- Pengambilan Keputusan Beretika
- Pengaruh Komunikasi Persuasif
- Budaya Iklim Komunitas
- Transisi Kepemimpinan dan Perencanaan
Suksesi
- Arahan yang Jelas dan Tegas
0 komentar:
Posting Komentar