Edutainment Nusantara

LETS MAKE HARMONY

Selasa, 23 Agustus 2022

Guru Penggerak: Penerapan Disiplin Positif Melalui Segitiga Restitusi Modul 1.4 Demonstrasi Kontekstual

 Penerapan Disiplin Positif Melalui Segitiga Restitusi

Oleh:

Binton Mustofa

CGP Angkatan 5 Kabupaten Banyumas

Guru SDN 5 Wangon


Unsur utama dalam disiplin  positif yaitu budaya positif. Kata disiplin identik dengan suatu hal yang kaku bahkan memaksa. Kesannya, setiap siswa melanggar disiplin harus di hukum.

Konsep disiplin positif artinya kita  membimbing murid untuk menumbuhkan disiplin diri. Disiplin diri tumbuh karena motivasi internal atau kesadaran diri bukan karena terancam. Tujuannya  untuk mewujudkan murid yang merdeka.

Selain motivasi internal, juga diperlukan pihak lain untuk mendisiplinkan. Pihak lain yang mendisiplinkan kita disebut motivasi eksternal. Konsep ini selaras dengan pernyataan Ki Hajar Dewantara bahwa disiplin diri diperlukan untuk menciptakan murid yang merdeka.

Disiplin diri mampu membuat seseorang menggali kekuatan atau potensinya. Disiplin diri merupakan kemampuan mengontrol diri, menguasai diri serta menentukan sikap yang mengacu pada nilai budaya positif.

Penerapan disiplin diri dapat melalui segitiga restitusi. Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004).

Restitusi juga proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996).

Restitusi membantu murid menjadi lebih memiliki tujuan, disiplin positif, dan memulihkan dirinya setelah berbuat salah. Penekanannya bukanlah pada bagaimana berperilaku untuk menyenangkan orang lain atau menghindari ketidaknyamanan. Namun tujuannya adalah menjadi orang yang menghargai nilai-nilai kebajikan yang mereka percayai. Karena pada dasarnya setiap orang memiliki motivasi intrinsik yang mendasari perilakunya.

Melaui restitusi, diharapkan ketika murid melakukan kesalahan/pelanggaran maka guru dapat menanggapi dengan sikap yang dapat membuat murid melakukan evaluasi internal. Sehingga murid bisa menemukan solusi untuk memperbaiki kesalahan dan mendapatkan kembali harga dirinya.

Sederhananya, saya katakan bahwa melalui restitusi, guru dapat mengambil respon yang bijak saat menemukan murid melakukan pelanggaran. Respon yang diberikan guru tidak menjatuhkan harga diri muridnya.

Karena saat murid melakukan kesalahan, mereka dalam kondisi labil. Jika menanggapinya secara berlebihan akan membuat murid sakit hati serta jatuh harga dirinya. Bukannya membuat murid sadar akan kesalahan justru membuat mereka sakit hati/dendam.

Disinilah pentingnya restitusi. Restitusi bisa menjadi manajemen konflik. Setelah restitusi diperkukan juga posisi kontrol guru. Dulu, ketika ada pelanggaran murid. Tindakan atau posisi guru adalah stimulus respon yang reaktif dengan memarahi bahkan memberikan hukuman.

Sekarang di rubah pola stimulus respon menjadi posisi kontrol. Hukuman bersifat reaktif dan terjadi secara tiba-tiba. Berbeda dengan konsekuensi yang merupakan kondisi atas resiko setelah melakukan pelanggaran. Konsekuensi dari awal sudah disadari adanya aturan dan resiko.

Aturan inilah yang menjadi kesepakatan kelas atau keyakinan bersama. Berdasarkan keyakinan kelas maka ada konstruksi ketika pelanggaran terjadi. Kosntruksi ini bukan lagi tindakan stimulus respon tapi lebih pada restitusi. Sedangkan cara guru menanggapi pelanggaran tersebut adalah posisi kontrol.

Ada lima posisi kontrol guru yaitu penghukum, pembuat merasa bersalah, teman, pemantau, dan manajer. Segitiga restitusi dapat diterapkan bila ditemukan murid melakukan pelanggaran keyakinan kelas. Segitiga restitusi memiliki tiga langah yaitu menstabilkan identitas, validasi tindakan yang salah, dan menanyakan keyakinan.

Berdasarkan segitiga restitusi, ketika murid melakukan kesalahan jangan lagsung dimarahi. Kita stabilkan identias dengan menanggapi secara lembut karena pada dasarnya murid melakukan sikap memiliki motivasi internal.

Kemudian, validasi kesalahan yaitu dengan menanyakan apa lasannya. Manyakan keyakinan berkaitan dengan apa murid inginkan setelah melakukan kesalahan. Solusi yang murid temukan agar tidak melakukan kesalahan. Kemudian guru dorong murid agar yakin terhadap solusinya sehingga tidak terjadi kesalahan lagi. Penyelesaian konflik seperti ini bisa membuat murid menghindari kesalahan karena motivasi diri bukan paksaan.

 


Gambar 1. Segitiga Restitusi

 

Konstruksi penerapan segitiga restitusi pada murid yang terlambat sekolah:

Jika murid melakukan pelanggaran, langkah apa yang harus dilakukan?

Siapa yang mengawasi?

Apakah diberikan hukuman atau memaafkan saja?

Contoh kasus:

Ketika melakukan pembelajaran IPA terdapat siswa datang terlambat. Apakah siswa tersebut diperbolehkan mengikuti pelajaran atau tidak?

Selama ini kebiasaan guru adalah langsung memaafkan atau membuat mereka tidak nyaman. Perhatian kita cenderung pada kesalahan yang dilakukan dari pada mencari cara bagi mereka untuk memperbaiki diri.

Salah satu cara untuk memperbaiki diri agar terwujud disiplin diri dapat dilakukan melaui segitiga restitusi. Segitiga restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004 dalam LMS Guru Penggerak Modul 1.4 Budaya Positif 2021). 

Restitusi membantu murid untuk jujur pada diri sendiri dan mengevaluasi dampak dari kesalahan yang dilakukan. Restitusi memberikan penawaran bukan paksaan. Sangat penting bagi guru untuk menciptakan kondisi yang membuat murid bersedia menyelesaikan masalah dan berbuat lebih baik lagi, dengan berkata, “Semua orang pasti pernah berbuat salah”, bukan mengatakan, “Kamu harus lakukan ini, kalau tidak maka…”.


Langkah pertama pada bagian dasar segitiga adalah menstabilkan identitas. Jika anak berbuat salah maka ada kebutuhan dasar mereka yang tidak terpenuhi. Bagian dasar segitiga restitusi memiliki tujuan untuk merubah orang yang gagal karena telah berbuat kesalahan menjadi orang yang sukses.

Kita harus mampu meyakinkan mereka dengan mengatakan kalimat seperti 1) tidak ada manusia yang sempurna; saya juga pernah melakukan kesalahan seperti itu. Ketika seseorang dalam kondisi emosional maka otak tidak akan mampu berpikir rasional, saat inilah kita menstabilkan identitas anak. Anak kita bantu untuk tenang dan mencari solusi untuk menyelesaikan permasalahan.

 

Gambar 2. Anak datang terlambat

 

Langkah kedua adalah memvalidasi tindakan yang salah. Konsep langkah kedua adalah kita harus memahami kebutuhan dasar yang mendasari tindakan anak berbuat kesalahan. Menurut Teori Kontrol semua tindakan manusia, baik atau buruk, pasti memiliki maksud/tujuan tertentu (LMS Guru Penggerak, 2021). Ketika kita menolak anak yang berbuat salah, dia akan tetap dalam masalah. Yang diperlukan adalah kita memahami alasan melakukan hal tersebut sehingga anak merasa dipahami.

Gambar 3. Proses validasi kesalahan

Langkah ketiga yaitu menanyakan keyakinan. Teori kontrol menyatakan bahwa kita pada dasarnya termotivasi secara internal. Ketika langkah 1 dan Langkah 2 sukses dilakukan, maka anak akan siap untuk dihubungkan dengan nilai-nilai yang dia percaya, dan berpindah menjadi orang yang dia inginkan.

Gambar 4. Proses menanyakan keyakinan

Penting menanyakan ke murid  tentang kehidupan yang dia inginkan di masa depan. Ketika mereka sudah menemukan gambaran masa depannya, guru dapat membantu murid untuk fokus pada gambarannya.

Melalui segitiga restitusi kita dapat mewujudkan mereka menjadi murid yang merdeka. Mereka mampu menyelesaikan masalah dengan motivasi internal dan bertanggung jawab terhadap pilihannya.


Lampiran:

Link Aksi Nyata Modul 1.4 Budaya Positif: Demonstrasi kontekstual 1.4 Budaya Positif

Karya literasi yang sama telah dimuat di: https://edutainmentnusantara.blogspot.com/

0 komentar:

Posting Komentar