REFLEKSI SELAMA MENJALANKAN AKSI NYATA
Saya merasa bersyukur bisa sampai di modul 3.3
Perencanaan program berdampak positif pada murid. Masuknya modul 3.3 tentu
menjadi tanda bahwa ini adalah modul terakhir dalam rangkain diklat calon guru
penggerak. Meski modul pamungkas namun muatan modul ini sangat kompleks.
Sehingga saya merasa menemukan banyak informasi bermanfaat.
Mengeksplorasi modul ini saya menjadi teringat
akan pengalaman saya waktu mengikuti program sekolah baik jenjang SD, SMP, SMA
maupun hingga perkuliahan. Kegiatan tersebut memiliki karaketrisik sendiri,
tujuan hingga manfaatnya. Bedanya dengan materi yang saya dapatkan di modul ini
bahwa dulu saya hanya mengikuti instruksi seperti boneka. Sekarang paradigma
berubah, guru dituntut melibatkan suara murid. Murid yang memegang kendalai
atau putusan tetapi relevan/cocok dengan tujuan pembelajaran. Posisi guru
sebagai Kontrol/manajer/teman dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Menyadari hal itu maka saya menerapkan aksi
nyata berupa pembelajaran bermahkota atau beramin peran menggunakan mahkota
dalam pross sejarah lahirnya ASEAN. Saya ingin murid totalitas dalam memainkan
peran. Menurut saya ketika murid melakukan secara langsung, mereka akan
merasakan suatu kejadian atau pengalaman yang nyata. Sehingga materi akan mudah
diterima serta membekas dalam memori sebagai pengalaman pebelajaran yang
menyenangkan.
Hasilnya sangat luar biasa. Beramin peran
menggunakan mahkota tentang tokoh yang terlibat dalam berdirinya ASEAN membuat
murid semakin antusias dalam memainkan peran. Mereka bahagia bisa menikmati
suasana sacral beridirnya ASEAN. Murid yang pendiam belajar berani bicara
bahkan memimpin suasana siding. Ini sangat luar biasa karena kepemimpinan murid
terbentuk di sini. Suara murid juga dilibatkan sebagai bentuk pembelajaran yang
berpihak pada murid. Murid terlibat dalam menyusun scenario hingga membuat
mahkota peran.
Saya merasa senang dan bangga setelah
melaksanakan aksi nyata. Menurut saya ada sebuah kebahgaian melihat murid
totalitas belajar namun riang. Rasa bahagia murid karena merdeka belajar
menjadi motivasi buat saya untuk terus menjadikan anak semakin merdeka belajar
tanpa rasa takut bahkan bosan.
Pembelajaran yang saya dapatkan dari aksi
nyata ini bahwa dalam menyusun program kita harus bisa kolaborasi dengan rekan
sejawat. Kemudian melibatkan murid dai segi suara, pilhan bahkan kepemilikan
agar murid totalitas dalam kegiatan pembelajaran. Saya rasa tidak hal
menyenangkan dalam belajar selain melihat murid riang kemudian berani
berpendapat meski tidak sempurna. Tetapi itu jauh lebih baik. Mereka berhak
bahagia dalam mencerna ilmu bukan tertekan. Karena belajar adalah proses
memerdekakan bukan proses doktrinisasi.
Di masa depan saya ingin menyusun program
lebih holistic. Program sekolah melibatkan stakeholder yang ada. Sedangkan
dalam pembelajaran melibatkan murid untuk menanyakan apa yang mereka butuhkan
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Saya tidak ingin pembelajaran pada murid
saya hanya di ukur dengan nilai. Mungkin nilai murid kecil tetapi tidak menutup
kemungkinan murid yang kecil nilainya memiliki keberanian berpendapat,
kematangan berpikir bahkan kehalusan sikap. Ya, murid memiliki keunikan. Dengan
aksi nyata dari penyusunan program positif yang berdampak murid semoga bisa
mengilhami makna pendidikan. Bahwa nilai
atau piala bukanlah satu-satunya tujuan utama pendidikan.