Kamis, 2 Juni 2022
Hari
ini, mungkin saya melakukan hal yang berbeda di bandingkan hari biasanya. Anak kelas
6 tentu merasa heran melihat peringai saya. Biasanya anak lebih santai,
tiba-tiba harus beraktifitas. Maklum, kelas baru selesai melaksanakan penilaian
akhir tahun jadi suasana kelas menjadi pasif.
Saya
menyuruh Satria, salah satu siswa untuk mengambil topi cone sebuah topi yang
berbentuk kerucut. Topi itu berjumlah tiga, lokasinya di atas lemari buku.
Satria pun bergegas mengambil topi tersebut. Dengan tergopoh, akhirnya dia
berhasil mengambil tiga topi kemudian diserahkan kepada saya.
Saya
tunjukkan satu persatu topi tersebut. Bagian depan topi, saya kasih nama tokoh
nasional yaitu Ir. Soekarno, Muh.Yamin, dan M.Soepomo. dari nama tersebut, saya
mengajak anak refleksi dengan tokoh nasional yang berkaitan erat dengan
peristiwa 1 Juni 1945. Scenario pun saya mainkan. Brigas, Saipul dan Tio
mengenakan topi tersebut.
Kemudian
mereka berdiri depan kelas dengan mengenakan atribut topi cone. Saya ajak siswa
dialog dengan menanyakan nama tokoh dan peran yang diambil oleh tiga tokoh
tersebut. Diskusi pun makin hangat, masing-masing dari siswa menyampaikan ide
dan gagasannya. Anak-anak juga tak tinggal diam untuk menambah referensi tokoh
tersebut dengan mencari sumber menggunakan gawai.
Informasi
yang mereka temukan, saya arahkan agar di tulis di papan tulis. Sekecil apapun
informasi tak luput untuk di tulis. Muaranya, saya bersama peserta didik
mengambil kesimpulan bahwa tiga tokoh tersebut merupakan tokoh dalam usulan
atau penyampaian gagasan negara Indonesia merdeka. Saat itu, tokoh nasional
sepakat bahwa gagasan Indonesia merdeka yang digunakan adalah usulan Ir.Soekarno
yang di kenal dengan nama Pancasila. Sehingga, 1 Juni kita peringati sebagai
hari lahirnya Pancasila.
Para
siswa terlihat khidmat mendengarkan kesimpulan yang saya berikan. Mereka merasakan
betapa dalamnya peristiwa lahirnya Pancasila. Kemudian, saya pun juga merasakan
betapa menyatukan gagasan para siswa itu tak mudah. Dalam proses dialog hingga mengumpulkan
informasi dipenuhi dengan interupsi bahkan saling cecar pendapat.
Ada
rasa panas karena masing-masing bersikukuh mempertahankan pendapat. Suasana menjadi
dingin kemudian mencair saat saya sampaikan pernyataan bahwa lahirnya Pancasila
pun bukan proses yang mudah. Mereka berjuang mengalahkan ego demi masa depan
Indoensia merdeka sehingga lahirnya dasar negara yang disepakati dengan nama
Pancasila.
Sebagi
pendidik, terkadang saya pun merasakan masih ada ego. Kadang ego itu bisa
mengalahkan kewajiban saya untuk memberikan pelayanan yang baik dalam memnuhi
kebutuhan belajar siswa. Kodrat anak memang suka bermain. Sydah seharusnya saya
mengemas permainan untuk menyampaikan makna dan moral pembelajaran.
Terlebih
setelah saya memahami pemikiran KH Dewantara dalam modul pembelajaran 1.1 Guru
Penggeraka angkatan 5, saya sangat berharap bisa merubah mind set saya dalam
menjalankan tugas sebagai pendidik. Sudah sepantasnya, guru menyadari kodrat
anak kemudian menuntun mereka untuk mencapai kodrat alam maupun zamannya
sehingga tercapai kebahagian dan keselamatan yang setinggi-tingginya.
Binton Mustofa
Calon Guru
Penggerak Angkatan 5 Kabupaten Banyumas
Jurnal Refleksi
Dwi Mingguan Modul 1
Tentang Refleksi pemikiran Ki Hajar Dewantara: